Beri Air Setitik, Dapat Laut Sebelanga








Ini adalah sebuah kisah, tanpa gula dan garam.
Aku kisahkan dalam tulisan ini, apa yang aku rasakan.
Petiklah apa yang bisa menjadi pelajaran.

Kisah ini bermula pada April lalu........

Siang itu, aku berjalan cepat menuju jalan raya, lalu memberhentikan sebuah angkutan…
Kudapati kursi sambil melihat jalan, “sudah sampaikah aku ditujuan?”..

Sebenarnya waktu itu aku bisa saja berjalan kaki, tapi karena diburu oleh waktu, aku pun menaiki angkutan umum. “Stop ya pak” ujarku sembari memberhentikan angkot. Aku pun sampai di sebuah toko kue untuk membelikan konsumsi juri, karena hari ini kami akan melaksanakan Audisi Penyanyi untuk Squad APCG (The 4th Asia Pasific Choir Games sebuah ajang kompetisi paduan suara yang diselenggarakan di Colombo, Sri Lanka). Kebetulan aku salah satu anggota dalam tim produksi kompetisi, dan aku bertugas untuk mempersiapkan konsumsi. 

Tentunya hari ini adalah hari yang paling dinanti oleh teman-teman organisasiku, tapi entahlah tidak bagiku. Sudah lebih dari enam hari aku sedang tidak fit, dan menyebabkan aku kehabisan suara. Tiga hari kemarin aku tidak bicara sedikit pun, hanya berkomunikasi seperlunya dan menggunakan isyarat. Bagaimana aku mau bahagia, walaupun sudah terdaftar menjadi peserta audisi, aku sangat tidak percaya diri, suaraku habis, aku tidak bisa bernyanyi. Mungkin hanya aku seorang diri yang bingung, sedih, kenapa di hari yang dinanti, malah seperti ini.

Setelah selesai membeli kue, aku pun berjalan kaki menuju kampus, kali ini aku tidak naik angkot lagi. Saat itu, langkahku terhenti oleh seorang anak kecil, laki-laki, berusia sekitar 5-6 tahun. Anak itu menawarkanku “Kak, tisunya kak”. Ya, anak seusia itu berjualan tisu untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Bagaimana bisa, anak yang seharusnya berada di Sekolah Dasar untuk belajar, bermain,  menggapai mimpi, menerima kasih dan sayang, harus berpanas-panasan dan menjajakan tisunya kesana-kemari. 

Miris, hatiku teriris.

 Aku tak pernah bisa rela melihat keadaan ini. “Boleh, aku mau satu ya tisunya” ucapku sembari senyum menatapnya. Aku sangat bersyukur dengan apa yang Allah SWT berikan, aku masih diberi kesempatan untuk mengenyam pendidikan hingga kini berada di Perguruan Tinggi. Rasa syukurku juga harus aku bagi, tidak boleh kunikmati seorang diri. “Adik, ini untuk bayar tisunya, yang ini untuk tabungan kamu sekolah ya” ucapku siang itu dengan suara yang serak. Aku hanya mahasiswi biasa, yang belum mempunyai penghasilan menetap, alias masih sangat bergantung pada orang tua. Aku tak bisa berkata-kata, aku hanya bisa berdo’a dan berharap, agar anak ini bisa menjadi pribadi yang tegar dan sukses di masa mendatang, Aammiinn.  

Perlahan aku melangkahkan kaki untuk melanjutkan perjalanan, tetap kutatap anak itu walaupun jarak semakin menjauh…. Dalam setiap langkah kakiku, masih saja terpikir dalam benak.. “Bagaimana bisa aku ikut audisi hari ini? Aku sangat-sangat tidak siap dengan kondisi seperti ini” kataku dalam hati. Sampai detik itupun suaraku masih sangat serak dan tak pantas bernyanyi. Setiba di kampus, aku lebih banyak diam. Lagi-lagi aku menggunakan isyarat, atau meminta bantuan temanku untuk menyampaikan apa yang aku ingin sampaikan. Parah, kondisi ini sangat parah. Baru kali ini aku benar-benar kehabisan suara yang benar-benar parah. Kondisi ini hampir membuatku putus asa dan ingin mengundurkan diri sebagai peserta audisi, tapi bagaimana bisa aku mundur begitu saja? Aku sudah menunggu event ini setahun yang lalu, ada mimpi yang harus aku wujudkan untuk berkompetisi di Mutiara Hindia sana.

Aku mencoba meyakinkan diriku, apapun hasilnya aku harus terima. Audisi dimulai setelah shalat isya’, aku pun segera mengadu kepada-Nya sebelum audisi dimulai, memohon berkah dan ridho-Nya, karena aku yakin keajaiban hanya datang dari-Nya. Kugambarkan diriku waktu itu seperti keadaan bunuh diri, antara ingin mundur tapi jatuh ke jurang atau maju tapi jatuh ke laut. Bagaimana bisa orang yang kehabisan suara ikut audisi dan harus bernyanyi. Kondisi waktu itu benar-benar tak masuk akal, tapi aku coba pasrahkan diri. Lagi-lagi aku hanya meminta yang terbaik dari-Nya. Waktu yang mendebarkan pun itu tiba, kini giliranku untuk menyanyikan sebait lirik lagu “Bungong Jeumpa”. Panas dingin rasanya, aku ingin menangis waktu itu. 

Bismillahirrahmaanirraahim…. aku mencoba melantunkan senandung lagu Bungong Jeumpa dihadapan lima orang juri yang expert di bidang paduan suara.

 Aku sangat pasrah, sudahlah mungkin aku hanya punya satu kesempatan. Aneh tapi, lagi-lagi nomor audisiku dipanggil, nomor 6 untuk dipadukan dengan peserta lainnya, dan itu berkali-kali. Heran tentunya, sangat heran. Bagaimana bisa orang yang kehabisan suara tiba-tiba ada suara dalam waktu yang sangat singkat. Aku sangat bersyukur waktu itu,  aku merasakan keajaiban pada malam itu. Dua minggu setelahnya, aku mendapat kabar baik, bahwa aku lolos audisi dan insyaAllah berkompetisi di Colombo, Sri Lanka bulan Oktober mendatang. Aku tak tahu pasti, darimana datangnya keajaiban itu, jujur aku masih tak menyangka sampai detik ini, dan aku sangat bersyukur. Sungguh, Allah Maha Adil dan Maha Mengetahui.

“Dan boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu padahal ia baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia tidak baik bagimu”- (Q.S. al-Baqarah : 216)

Aku juga tak tahu pasti, darimana datangnya keajaiban ini. Apakah dari sedikit rezeki yang aku bagi pada anak kecil penjual tisu? Atau memang hanya sebuah kebetulan dan keberuntungan. Tapi aku yakin ini bukan kebetulan, tapi ini adalah hikmah. Allah mengajarkanku untuk berbagi, dan menjanjikan bahwa ada setiap nikmat dari apa yang kita keluarkan (infaq/sedekah) di jalan-Nya.

Aku percaya, bahwa pertolongan Allah itu nyata. Ia tak pernah membuat hambanya kecewa dan sedih karena-Nya. Libatklanlah Dia dalam setiap urusanmu, karena dengan-Nya dunia itu bisa kita genggam. Selalu jadikan Allah sebagai tujuanmu, dan ia tak akan pernah membuat kita kecewa. Ketika Allah limpahkan kita rezeki, jangan makan sendiri rezekimu, bagilah ke kanan dan kirimu, carilah saudara-saudara yang memang pantas menerima sebagian rezeki darimu. Dengan berbagi, hartamu tak akan pernah berkurang, karena harta itu kita titipkan di jalan Allah, dan ia tak akan hilang. Hingga detik ini aku selalu teringat Beri air setitik, dapat laut sebelanga”.

“Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang gaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al Hujurat : 18).

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Q.S. al-Baqarah : 267)

        Fayna Faradiena
Jakarta, 28 Mei 2017


#Day2 #RamadhanInspiratif
 #Aksara #Challenge #30HariMenulis

Comments

Popular Posts