Menjadi Pengajar Banten (Part I)
Akan kuceritakan tentang sebuah kisah,
Saat aku menjadi pengajar di Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten.
Kisah 21 hariku, yang memberikan aku arti
sebuah kehidupan.
Kisah ini bermula pada Januari 2017 lalu,
Setelah aku dinyatakan berhasil menjadi salah
satu dari 26 pengajar Banten batch 3.
Begitu panjang proses yang kami lalui, tahap
seleksi yang begitu ketat dengan segala peraturan.
Setelah 2 bulan mengikuti seleksi dan
pembekalan.
Tepat tanggal 14 Januari 2017, saya beserta 25
pengajar Banten lainnya bersama penggerak Banten Mengajar menuju Kecamatan
Muncang, Kab. Lebak, Banten. Perjalanan diawali dengan kereta api dari stasiun
Pondok Ranji hingga Rangkasbitung, jarak tempuh kurang lebih 3 jam. Untuk
sampai ke Muncang, kami melanjutkan perjalanan dengan mobil PS (sejenis Elf bermuatan besar), perjalanan kami pun menempuh 2 – 3 jam.
Walaupun
lama diperjalanan, tapi kami tak pernah bosan. Karena memandangi indahnya
pesona daerah Banten ini. Setibanya di Kec. Muncang, kami berkumpul disebuah
rumah milik pak Rukiyat (Kepala UPTD Muncang 2016), rumah ini seringkali
dijadikan markas kegiatan volunteer
seperti ini, salah satunya adalah Indonesia Mengajar.
Pak Rukiyat dan istrinya sangatlah ramah,
dengan sepenuh hati mereka menyambut kami, kami sangat senang sekali. Satu
malam kami menginap disini, karena esok akan menghadiri Upacara Pelepasan
Pengajar Banten menuju penempatan masing-masing. Dari 26 pengajar, kami dibagi
dan disebar ke 8 titik penempatan. Upacara itupun dihadiri oleh masing-masing
kepala sekolah di tempat yang akan kami ajar. Setelah upacara ini berlangsung,
kami pun berpamitan dan menuju penempatan masing-masing. Rata-rata setiap
lokasi terdiri dari 3 – 4 pengajar. Tapi, hanya di penempatanku aku ditempatkan
berdua dengan temanku. Hal ini membuatku harus lebih ekstra dalam menjalankan
program, karena kekurangan sumber manusia.
Aku ditempatkan di SDN 01 Filial Girijagabaya,
filial itu sendiri memiliki arti jauh. Sekolah ini merupakan kelas jauh
(cabang) dari SDN 01 Girijagabaya (Induk) yang terletak cukup jauh, yaitu jarak
tempuh satu jam dengan berjalan kaki. SDN 01 Filial Girijagabaya ini sudah
diperbaiki pada tahun 2014 lalu, sebelumnya kondisi sekolah ini sangatlah
memperihatinkan.
Untuk sampai di Desa Sinarjaya (lokasi
penempatanku) sangatlah sulit, kondisi jalan yang begitu curam, licin, dan
bebatuan. Alhamdulillah, kami pun sampai dengan selamat diantarkan oleh Bapak
Guru disana. Setibanya disana, aku bersama rekanku disambut hangat oleh warga
Sinarjaya, disuguhkannya kami air yang berasal dari mata air dan singkong goring
buatan Ibu Heni. Aku pun memperkenalkan diriku, sembari mengenal masyarakat di
Desa Sinarjaya.
Disini aku tinggal bersama Ibu Heni dan
keluarganya, di sebuah bilik kecil. Tapi sangat nyaman ditempati, karena bisa
kental akan kekeluargaanya di rumah ini. Aku merasakan Ibu Heni seperti orang
tuaku sendiri, disini kami tinggal bersamaan seperti keluarga. Aku pun tak
pernah malu untuk bercerita dengan beliau. Di rumah inilah kami tinggal,
bersama Ibu Heni dan keluarga.
Aku pun istirahat sejenak, sebelum malam nanti
harus memulai aktifitas, yaitu mengajarkan ngaji anak-anak di kobong (semacam
rumah singgah dari kayu, yang merupakan taman baca anak-anak Sinarjaya). Malam
pun tiba, untuk pertama kalinya saya berkenalan dengan anak-anak dan belajar
mengaji bersama. Sungguh mengharukan, di balik keterbatasan daerah tertinggal,
anak-anak ini masih memiliki semangat yang begitu membara. Aku bangga pada
mereka! Mereka juga menyambutku dengan sangat antusias, padahal aku orang baru
disini. Kami pun menutup pengajian dengan membaca do’a dan bersalam-salaman.
Mereka mencium tanganku dengan penuh kasih sayang, aku begitu terharu.
Hari pertama menjadi
pengajar Banten
Setelah berdiskusi bersama pak Nurman (salah
seorang pengajar SDN 01 Filial Girijagabaya) mengenai sistem pembelajaran dan
teknis pengajaran. Tibalah saatnya saya beraksi, selama tiga minggu saya akan
mengajar di kelas yang berbeda-beda. Minggu pertama saya akan mengajar di kelas
3&4, minggu kedua di kelas 5, dan minggu terakhir di kelas 1&2. Di
sekolah ini hanya terdapat 30 siswa, sehingga ada beberapa kelas yang digabung,
yaitu kelas 3&4, dan 1&2 dalam satu ruang, sedangkan kelas 5 tidak
digabung dengan kelas 6, karena 2 siswi kelas 6 SD dipindahkan ke SDN 01
Girijagabaya (induk). Disana hanya terdapat 2 pengajar, yaitu Pak Nurman dan Bu
Lilis. Sungguh aku tersentak melihat kondisi ini, hatiku seperti teriris
melihat kondisi pendidikan disini, di sebuah desa yang tak jauh dari Ibukota,
begitu miris keadaannya. Namun kesedihan ini, cukup aku pendam sendiri, aku
harus terlihat bahagia dihadapan anak-anak muridku. (bersambung....)
#Day22 #RamadhanInspiratif
#30HariMenulis #Challenge #Aksara
Fayna Faradiena
Comments
Post a Comment