The end of 2017 : A life-learner’s story
2018 JOURNAL #1
Alhamdulillah, satu rentang tahun kehidupan kini terlewat sudah. Langkah
demi langkah punya cerita tersendiri dan kini menjelma menjadi memori. Untuk
setiap canda tawa, duka, dan juga lara. Ia
ciptakan begitu banyak dinamika, agar kita mampu mengerti pembelajaran yang
tersirat, dari setiap detik kehidupan.
31 Desember 2017, tak lama lagi angka tujuh itu akan berubah menjadi
delapan, kata Desember akan menjelma menjadi Januari, dan angka tiga pada 31
akan menghilang, 1 Januari 2018. Aku mencoba untuk menerima bahwa satu tahun
itu benar-benar telah aku lalui, entahlah namun waktu begitu sangat cepat
datang dan pergi.
2017, tahun dimana banyak hal unik yang aku jumpai, dari setiap
pengalaman inilah aku belajar menangani situasi dan menerima fakta bahwa
seperti inilah kehidupan. Aku bertemu dengan banyak orang, jenisnya
macam-macam, dan benar memang manusia itu unik. Mungkin aku tak bisa
menjelaskan satu per satu tentang keunikan mereka, tapi aku sangat bersyukur
ketika Ia berikan aku kesempatan untuk bertemu mereka. Dari yang paling
menyebalkan, menakutkan, menyenangkan, semuanya ada dan selalu kujumpai,
seiring dengan itu pula aku menjumpai bumbu-bumbu kehidupan, sebagian orang
mengenalnya dengan istilah “masalah”, tapi aku lebih senang mengenalnya sebagai
“pembelajaran”.
Seperti jargon yang selalu aku tanamkan pada diriku “A
dream chaser & life-learner”, dalam kamus kehidupanku aku tak
pernah menjumpai yang namanya “masalah”, bagiku istilah itu tidaklah nyata, yang
aku tahu adalah “pembelajaran”, yaitu sebuah cara yang diberikan oleh-Nya agar
kita dapat memaknai setiap detik kehidupan, serta sebagai ajangnya manusia
untuk menunjukkan kepada-Nya bahwa kita mampu melewati ujian yang Ia berikan. Bukankah
itu lebih indah?
Pada tahun 2017 juga aku belajar bahwa :
“Kita tidak bisa memaksa orang
lain untuk selalu menyukai kita, yang bisa kita lakukan hanya berikan yang
terbaik, terbaik, dan terbaik, terlepas dari orang tersebut akan suka atau
tidak. Karena tidak selalu apa yang kita harapkan dapat terwujud pada detik itu
juga, tetapi proses dan kesabaran membuat kita menjadi manusia yang dapat
memetik hikmah dari setiap sudut peristiwa”.
Ketika aku menghadapi sebuah pembelajaran (re:
masalah) aku berdamai sejenak dalam diriku, jangan sampai emosi
mengendalikanku, tapi akulah yang mengendalikan emosi, bukankah itu kemampuan
yang Ia percayakan kepada kita? Lalu kenapa tidak kita gunakan sebaik-baiknya?.
Aku mengendalikan emosiku dan berdamai pada diri, seraya teringat akan kisah-kisah Rasullullah
shalallahu ‘alaihi wassalam, betapa tegar, sabar, dan bijaknya ia dalam
menyikapi setiap hal yang tersulit sekalipun, yang jika dibandingkan denganku
sungguh problematika yang aku hadapi sangatlah jauh lebih ringan. Lalu kenapa
aku begitu saja menyerah? Bukankah banyak hikmah yang dapat aku petik dari
pengalaman Nabi Muhammad S.A.W? Bukankah dalam al-Qur’an dalam surah Al-Baqarah
(2) ayat 45-46 sudah sangat jelas bahwa :
Jujur, rasanya sangat indah, ketika hal tersulit yang kita
ekspektasikan, kini berhasil kita taklukkan. Kita tidak hanya belajar tentang
kerja keras, namun juga melembutkan perasaan untuk menyambut setiap kesulitan
dan menyikapinya dengan bijak, sungguh itu sangatlah indah. Mengutip sebuah
tulisan dari Instagram islamfy, aku sangat suka kalimat ini :
Ya Allah, terima kasih telah memberikan kesempatan untuk dapat melanjutkan langkah ini, 2018. Apa yang aku dapatkan dari 2017, menjadi pembelajaran yang begitu berharga, dan kini insyaaAllah aku akan lebih siap mengukir kisah di tahun 2018.
Ciputat, 1 Januari 2018
Fayna Faradiena
♥
ReplyDelete