Apakah IPK Menentukan Masa Depanku?
Jika
artikel sebelumnya telah membahas mengenai manfaat berorganisasi dan membuktikan bahwa organisasi tidaklahmenjadi penghalang untuk sukses dalam hal akademik. Maka dari itu, kini saatnya
kita menelaah lebih rinci terkait akademik yang sering kali disangkutkan dengan
IPK atau Indeks Prestasi Kumulatif. Dalam dunia perkuliahan argumen-argumen
mengenai IPK tidaklah sedikit kita dengar, seperti “Kesuksesan itu ga bisa dilihat dari IPK semata”; “Orang-orang sukses banyak kok yang IPK nya
rendah, bahkan ada juga yang drop out (DO) dari kampus”; dan berbagai
argumen lainnya yang mungkin kalian pernah dengar sebelumnya.
Pertanyaannya
adalah “Apakah benar demikian?”
Jika
memang kesuksesan tidak bisa hanya diukur dengan IPK, lantas mengapa banyak
sekali bahkan hampir semua beasiswa dan sebagian pekerjaan yang mensyaratkan
IPK minimum.
Pertanyaan
lainnya adalah : “Kalau bisa sukses di bidang akademik maupun non-akademik, kenapa tidak?”
Ya,
benar. Tak dapat disangkal bahwa beberapa tokoh sukses merupakan ia yang
dulunya pernah DO seperti Bill Gates dan Mark Zuckerrg. Namun, mereka berhasil dalam
mendirikan bisnis tanpa lembaran ijazah, apalagi IPK.
Wah kalau begitu, berarti benar yaa
IPK ga penting-penting amat.
EITSSS, siapa bilang?
Coba
yuk kita telaah dulu sama-sama.
Pertama,
baik Bill Gates (CEO Microsoft Corp) maupun Mark Zuckerberg (CEO Facebook)
merupakan mereka yang pernah menjadi mahasiswa di Harvard University. Mereka keluar dari kampus pun bukan berarti
tanpa sebuah alasan, melainkan ingin berfokus pada minat masing-masing dalam
mengelola bisnis yang mereka tekuni. Namun, pada akhirnya Gates mendapatkan gelar
doktor kehormatan dari Harvard University meskipun tak berijazah, sedangkan
Zuckerberg berhasil menyelesaikan studinya dan diwisuda pada tahun 2017 lalu.
Bill Gates
Mark Zuckerberg
Nah,
dari kisah kedua tokoh sukses di atas, perlu ditekankan pertama mereka memang
serius dalam menekuni bisnisnya, bukan berarti DO yang karena main-main,
apalagi malas-malasan. Kedua, coba lihat Universitasnya, ya.. universitas
terbaik ke-3 se-DUNIA menurut QS World UniversityRankings. Untuk kalian yang pernah terbesit atau bahkan memercayai bahwa
IPK ataupun ijazah bukanlah segalanya, ya bisa jadi karena banyak faktor-faktor
lain seperti kreatiftas, work smart, dan
sukses di bidang lainnya. Tapi bukan berarti kita menyampingkan apalagi
meremehkan arti sebuah IPK (semoga tidak ada diantara kita ya).
Artikel
ini dibuat bukan sebagai penghibur bagi pemilik IPK rendah, melainkan menjadi
penyemangat kenapa sih penting untuk
mempertahankan IPK yang baik?
Karena
kesuksesan nilai IPK-mu adalah salah satu bukti bahwa kamu memang serius untuk
belajar.– Fayna
Faradiena, 2019.
Tapi kan.. bisa aja loh dia dapet IPK
tinggi tapi nyontek. Tapi kan. Tapi kann…
Ya,
kalau “tapi.. tapi” mulu ataupun
mencari celah kesalahan lainnya tidak akan pernah habisnya. Gini deh, boleh
langsung tanya ke teman-teman atau senior-senior kamu yang pernah menjadi
lulusan terbaik. Tanyakan pada mereka, “WHY:
kenapa mereka menjadi lulusan terbaik” dan “ HOW: bagaimana mereka bisa menjadi lulusan terbaik”. Silakan dicari
jawabannya masing-masing dan buktikan.
Selama
empat tahun saya terlibat dalam prosesi Wisuda sebagai paduan suara maupun
panitia on duty, adapun momen pengumuman
Lulusan Terbaik adalah yang selalu saya nanti-nanti, karna ditampilkan cerita
singkat mengenai perjuangan mereka. Tak sedikit pula yang meneteskan air mata
ketika mendengarnya, tak satupun
dari mereka yang mendapatkan IPK tinggi atas landasan ketidaksengajaan apalagi karena menyontek setiap ujiannya. Melainkan ketulusan hati untuk belajar,
serta mereka sadar bahwa ada tanggung
jawab teruntuk orang tua dan keluarga, serta masa depan bangsa yang dipukul
pada kedua pundaknya. Bahkan sebagian dari lulusan terbaik tersebut adalah
mereka yang memiliki keterbatasan, namun
tak pantang menyerah.
“Tak
satupun dari mereka yang mendapatkan IPK tinggi atas landasan ketidaksengajaan
apalagi karena menyontek setiap ujiannya. Melainkan ketulusan hati untuk
belajar, serta mereka sadar bahwa ada tanggung jawab teruntuk orang tua dan
keluarga, serta masa depan bangsa yang dipukul pada kedua pundaknya” –
Fayna Faradiena
Sampai
pada akhirnya, Alhamdulillah.. Allah memberikan saya kesempatan menjadi Sarjana
(S1) Lulusan Terbaik Fakultas Psikologi pada Wisuda ke-110 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Tak ada niat sombong sedikitpun, saya hanya ingin berbagi
serta membuktikan bahwa apa yang dicapai bukanlah sekadar “keinginan” semata,
tetapi akumulasi dari perjuangan dan kesungguhan selama ini. Banyak yang
dikorbankan? Tentu. Selama kuliah, saya sangat meminimalisir bahkan seringkali
menolak untuk hal-hal yang bersifat senang-senang semata, karena dirimulah yang paling tahu kapan saatnya
kamu harus serius, kapan harus bersosialisasi, dan kapan harus berdamai dengan
diri sendiri.
Kembali
ke topik, bahwa IPK yang tinggi memang
bukanlah segalanya, tetapi kesungguhanmu untuk mencapainya adalah bukti bahwa
kamu tidak sedang main-main, karena ada pola belajar serta semangat yang
harus kamu jaga, ada waktu tidur yang kamu korbankan untuk menyelesaikan tugas
atapun belajar, ada banyak ajakan teman untuk kumpul haha-hihi atau kulineran di tempat makan kekinian yang harus kamu
tolak. Perjuanganmu juga
sebagai bukti bahwa kamu
bertanggung jawab terhadap amanah orang tua dan tentu Allah SWT, bukankah
belajar merupakan salah satu kewajiban bentuk ibadah yang mulia?
“Menuntut ilmu merupakan kewajiban
bagi setiap muslim” (H.R. Ibnu Majah)
Jadi, tetaplah penting untuk berjuang
secara optimal sesuai kemampuan diri kita masing-masing untuk menjaga IPK. Buktikan
bahwa dalam menuntut ilmu adalah keharusan yang tidak bisa dilakukan dengan main-main.
Namun, penting juga untuk menyeimbangkan dengan kegiatan produktif lainnya
seperti berorganisasi, sembari mempersiapkan diri menyambut Revolusi Industri
4.0 karena akademik dan organisasi itu
ibarat jodoh : bersatu untuk saling menyempurnakan. Ada hal-hal yang
mungkin tidak kita dapatkan dengan memeroleh IPK semata, maka dari itu kita
perlu melengkapinya dengan skills seperti
leadership, team work, communication,
management yang didapatkan melalui organisasi.
Ketika
IPK memang bukan satu-satunya penentu
kesuksesan, tetapi merupakan salah
satu kunci. Ya, kalau kamu bisa mendapatkan salah satu kuncinya, kenapa
tidak? Ditambah lagi dengan pengalaman berorganisasi yang kamu miliki, sudah
berapa kunci yang kamu dapatkan?
Tenang
saja, mendapatkan salah satu kunci kesuksesan (meningkatkan serta menjaga nilai
IPK) tidak sesulit apa yang kamu pikirkan. Hanya saja kamu butuh fokus,
memiliki kemauan (motivasi) maka dari itu kamu harus bisa menjawab WHY (kenapa
kamu harus mendapatkan IPK yang baik?) apakah untuk pujian semata atau memang
niat karena Allah ta’ala?, serta kepiwaianmu dalam mengatur waktu antara
akademik dan bersosialisasi.
Tak
ada kata tidak bisa, sebelum kamu mencobanya.
Jadi
sudah tidak ada alasan dan hiburan bahwa “IPK bukan segalanya”, melainkan salah satu kunci dari kesuksesan itu sendiri
yang kamu harus perjuangkan.
Semangat
pembelajar, semoga langkahmu diberkahi oleh-Nya, Sang Pemilik Masa Depan.
Ciputat,
15 Maret 2019
dariku seseorang yang pun masih belajar,
Fayna Faradiena
MasyaAllah Tabarakallah.. Lulusan terbaik Fak Psikologi UIN Syarif Hidayatullah..Mantul IPK bagus dan anak organisasi jg.. semoga jg penyemangat bagi teman2 yg lain khususnya yg sedang kuliah..
ReplyDeleteSemoga ilmunya berkah dan bermanfaat bagi byk org..aamiin Allahumma aamiin.. (f)
Masya Allah... Artikelnya menginspirasi kak, terutama mahasiswa seperti saya yang masih melewati kuliah ka.. Semoga terus langkah kakak juga diberkahi oleh-Nya... Sukses always yah kakak..💪😉
ReplyDeleteaku sih yess sama quote yang terakhir :), menarik kak
ReplyDeleteMaa sya Allah..artikel ny harus dibaca oleh para mahasiswa nih biar makin semangat..
ReplyDeleteBarakallah ya... Semoga terus menginspirasi banyak org dgn tulisannya.. :)
Wah, ini nih artikel asupan bergizi dan tamparan buat aku 😂😂
ReplyDeleteMasya Allah. Aku keinget kata temenku "Akademik dan Organisasi ibarat perempuan dan laki-laki, jodoh" 😊😊
ReplyDelete